Advertisement
iBerita.com – Di antara
kenikmatan luar biasa yang Allah limpahkan di bulan Ramadhan adalah
hadirnya malam kemuliaan yang lebih dikenal dengan istilah Lailatul
Qadar. Kemuliaan malam itu dikatakan lebih baik dari pada 1000 bulan,
artinya umat Islam yang beribadah pada malam itu dan berhasil meraih
keberkahannya maka amalannya bernilai lebih dari 83,33 tahun lamanya ia
beribadah.
Dengan keistimewaannya itu tentu saja
kita berharap agar saat menjalani puasa ini kita tidak melewatkan
momen-momen yang penting itu. Seperti yang difirmankan oleh Allah dalam
al-Quran
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur’an) pada malam kemuliaan (Lailatul Qadr). Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan (Lailatul Qadr) itu? Malam kemuliaan itu (Lailatul Qadr) lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Rabbnya untuk mengatur segala urusan. Malam itu penuh kesejahteraan sampai terbit fajar.”(QS Al-Qadr: 1-5)
Menurut sebagian musafir, ayat tersebut
turun karena ada kisah seorang dari Bani Israel yang berjuang di jalan
Allah menggunakan senjatanya selama seribu bulan secara terus-menerus.
Di tengah kekaguman kaum muslimin terhadap perjuangan lelaki shaleh dari
bani Israel itulah, Allah menurunkan ayat bahwa malam Lailatul Qadar
lebih baik dari 1000 bulan. Melalui surat tersebut Allah menjelaskan,
bahwa satu malam lailatul qadar itu lebih lebih baik daripada perjuangan
laki-laki Bani Israel tadi selama 1.000 bulan. (bersumber dari HRIbnu
Abi Hatim dan al Wahidi dari Mujahid).
Adapun tentang keutamaannya, Nabi
Muhammad SAW bersabda,“Barangsiapa menegakkan shalat pada malam Lailatul
Qadar atas dorongan iman dan mengharap balasan (dari Allah),
diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu”. (HR Al Bukhari, An Nasa’i,
dan Ahmad). Alangkah ruginya kita bila melewati malam yang penuh
keberkahan itu dengan kesiaan-siaan. Alangkah bodohnya kita bila malam
yang penuh kemuliaan itu justru kita habiskan dengan bermaksiat kepada
Allah.
Yang jadi pertanyaan berikutnya adalah
kapan kita bisa mendapati malam kemuliaan itu dan adakah tanda-tanda
yang dapat kita kenali secara kasat mata? Yang jelas malam kemuliaan itu
hanya akan terjadi selama satu hari dari sekian hari di bulan Ramadhan.
Para ulama berbeda pendapat soal penetapan waktu turunnya Lailatul
Qadar. Namun demikian, mengacu pada sabda Rasulullah kita dapat
meraihnya pada malam-malam ganjil di 10 hari terakhir bulan Ramadhan,
“Carilah Lailatul Qadr itu pada malam-malam ganjil dari sepuluh hari
terakhir (bulan Ramadhan).” (HR Al Bukhari).
Yang jelas para ulama percaya bahwa tidak
ada tanggal persis dan tetap atas kapan datangnya malam Lailatul Qadar
tersebut. Ia mungkin saja antara malam-malam ganjil 10 hari terakhir
sesuai kehendak Allah Yang Maha Kuasa. Paling tidak, demilian pendapat
dari Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah.
Ada juga ulama yang berpendapat bahwa
lailatul qadar terjadi pada malam ke-27, yakni Asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz
bin Baz dan Asy-Syaikh ‘Abdullah bin Qu’ud rahimahumallahu. Pendapat itu
didasarkan pada hadits yang diriwayatkan Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Dia
berkatal, dari Nabi SAW, bila beliau menjelaskan tentang Lailatul Qadr,
maka beliau mengatakan, “(Dia adalah) Malam ke-27″.(HR Abu Dawud,
dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud dan
Asy-Syaikh Muqbil dalam Shahih Al-Musnad).
Pendapat itu juga dikuatkan oleh
pernyataan shahabat Ubay bin Ka’ab RA, “Demi Allah, sungguh aku
mengetahui malam (Lailatul Qadr) tersebut. Puncak ilmuku bahwa malam
tersebut adalah malam yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
memerintahkan kami untuk menegakkan shalat padanya, yaitu malam ke-27.
(HR. Muslim). Yang terpenting adalah sebagai umat Islam yang menjalankan
ibadah di bulan Ramadhan kita harus meningkatkannya di 10 malam
terakhir, khususnya di malam-malam ganjil.
Untuk tanda-tanda fisik terjadinya malam
Lailatul Qadar dapat dilihat pada pagi harinya. Berdasarkan beberapa
riwayat yang ada tanda-tandany adalah pada pagi harinya matahari terbit
dalam keadaan tidak menyilaukan, seperti halnya bejana (yang terbuat
dari kuningan). (H.R Muslim). Hadits yang lain mengatakan lailatul qadar
adalah malam yang tenang dan sejuk (tidak panas dan tidak dingin) serta
sinar matahari di pagi harinya tidak menyilaukan. (HR Ibnu Khuzaimah
dan Al Bazzar).
Meskipun demikian, menurut Syeikh Yusuf
al Qaradhawi, tanda-tanda fisik tersebut bukanlah hal yang mutlak untuk
dipegang. Artinya jika tanda-tanda tentang cuaca tidak muncul pada
malam-malam ganjil di 10 hari terakhir, bukan berarti lailatul qadar
tidak terjadi. Hal ini didasarkan pada pandangan rasional beliau tentang
perbedaan cuaca dan iklim di mana umat Islam tinggal.
Yang jelas kita semua berhak mendapatkan
berkah atas malam kemuliaan itu. Kuncinya adalah tidak menyia-nyiakan 10
malam terakhir di bulan Ramadhan. Meskipun godaan untuk berhari raya
membuat banyak orang keluar menuju pusat perbelanjaan, tetapi kita
sebaiknya justru meningkatkan amal-amal yang ada. Bila memungkinkan kita
bisa berdiam diri di masjid (I’tikaf) selama mungkin hingga menjelang
takbir Hari Raya Idul Fitri. Semoga kita bisa sampai di penghujung
Ramadhan dengan meraih segala kebaikan yang dijanjikan. Amiin. (Sumber: Edy Mulyadi, Ketua Majelis Tabligh & Dakwah Korps Muballigh Jakarta (KMJ) dari laman Inilah.com)
Share
Advertisement
iBerita.com – Di antara
kenikmatan luar biasa yang Allah limpahkan di bulan Ramadhan adalah
hadirnya malam kemuliaan yang lebih dikenal dengan istilah Lailatul
Qadar. Kemuliaan malam itu dikatakan lebih baik dari pada 1000 bulan,
artinya umat Islam yang beribadah pada malam itu dan berhasil meraih
keberkahannya maka amalannya bernilai lebih dari 83,33 tahun lamanya ia
beribadah.
Dengan keistimewaannya itu tentu saja
kita berharap agar saat menjalani puasa ini kita tidak melewatkan
momen-momen yang penting itu. Seperti yang difirmankan oleh Allah dalam
al-Quran
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur’an) pada malam kemuliaan (Lailatul Qadr). Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan (Lailatul Qadr) itu? Malam kemuliaan itu (Lailatul Qadr) lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Rabbnya untuk mengatur segala urusan. Malam itu penuh kesejahteraan sampai terbit fajar.”(QS Al-Qadr: 1-5)
Menurut sebagian musafir, ayat tersebut
turun karena ada kisah seorang dari Bani Israel yang berjuang di jalan
Allah menggunakan senjatanya selama seribu bulan secara terus-menerus.
Di tengah kekaguman kaum muslimin terhadap perjuangan lelaki shaleh dari
bani Israel itulah, Allah menurunkan ayat bahwa malam Lailatul Qadar
lebih baik dari 1000 bulan. Melalui surat tersebut Allah menjelaskan,
bahwa satu malam lailatul qadar itu lebih lebih baik daripada perjuangan
laki-laki Bani Israel tadi selama 1.000 bulan. (bersumber dari HRIbnu
Abi Hatim dan al Wahidi dari Mujahid).
Adapun tentang keutamaannya, Nabi
Muhammad SAW bersabda,“Barangsiapa menegakkan shalat pada malam Lailatul
Qadar atas dorongan iman dan mengharap balasan (dari Allah),
diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu”. (HR Al Bukhari, An Nasa’i,
dan Ahmad). Alangkah ruginya kita bila melewati malam yang penuh
keberkahan itu dengan kesiaan-siaan. Alangkah bodohnya kita bila malam
yang penuh kemuliaan itu justru kita habiskan dengan bermaksiat kepada
Allah.
Yang jadi pertanyaan berikutnya adalah
kapan kita bisa mendapati malam kemuliaan itu dan adakah tanda-tanda
yang dapat kita kenali secara kasat mata? Yang jelas malam kemuliaan itu
hanya akan terjadi selama satu hari dari sekian hari di bulan Ramadhan.
Para ulama berbeda pendapat soal penetapan waktu turunnya Lailatul
Qadar. Namun demikian, mengacu pada sabda Rasulullah kita dapat
meraihnya pada malam-malam ganjil di 10 hari terakhir bulan Ramadhan,
“Carilah Lailatul Qadr itu pada malam-malam ganjil dari sepuluh hari
terakhir (bulan Ramadhan).” (HR Al Bukhari).
Yang jelas para ulama percaya bahwa tidak
ada tanggal persis dan tetap atas kapan datangnya malam Lailatul Qadar
tersebut. Ia mungkin saja antara malam-malam ganjil 10 hari terakhir
sesuai kehendak Allah Yang Maha Kuasa. Paling tidak, demilian pendapat
dari Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah.
Ada juga ulama yang berpendapat bahwa
lailatul qadar terjadi pada malam ke-27, yakni Asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz
bin Baz dan Asy-Syaikh ‘Abdullah bin Qu’ud rahimahumallahu. Pendapat itu
didasarkan pada hadits yang diriwayatkan Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Dia
berkatal, dari Nabi SAW, bila beliau menjelaskan tentang Lailatul Qadr,
maka beliau mengatakan, “(Dia adalah) Malam ke-27″.(HR Abu Dawud,
dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud dan
Asy-Syaikh Muqbil dalam Shahih Al-Musnad).
Pendapat itu juga dikuatkan oleh
pernyataan shahabat Ubay bin Ka’ab RA, “Demi Allah, sungguh aku
mengetahui malam (Lailatul Qadr) tersebut. Puncak ilmuku bahwa malam
tersebut adalah malam yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
memerintahkan kami untuk menegakkan shalat padanya, yaitu malam ke-27.
(HR. Muslim). Yang terpenting adalah sebagai umat Islam yang menjalankan
ibadah di bulan Ramadhan kita harus meningkatkannya di 10 malam
terakhir, khususnya di malam-malam ganjil.
Untuk tanda-tanda fisik terjadinya malam
Lailatul Qadar dapat dilihat pada pagi harinya. Berdasarkan beberapa
riwayat yang ada tanda-tandany adalah pada pagi harinya matahari terbit
dalam keadaan tidak menyilaukan, seperti halnya bejana (yang terbuat
dari kuningan). (H.R Muslim). Hadits yang lain mengatakan lailatul qadar
adalah malam yang tenang dan sejuk (tidak panas dan tidak dingin) serta
sinar matahari di pagi harinya tidak menyilaukan. (HR Ibnu Khuzaimah
dan Al Bazzar).
Meskipun demikian, menurut Syeikh Yusuf
al Qaradhawi, tanda-tanda fisik tersebut bukanlah hal yang mutlak untuk
dipegang. Artinya jika tanda-tanda tentang cuaca tidak muncul pada
malam-malam ganjil di 10 hari terakhir, bukan berarti lailatul qadar
tidak terjadi. Hal ini didasarkan pada pandangan rasional beliau tentang
perbedaan cuaca dan iklim di mana umat Islam tinggal.
Yang jelas kita semua berhak mendapatkan
berkah atas malam kemuliaan itu. Kuncinya adalah tidak menyia-nyiakan 10
malam terakhir di bulan Ramadhan. Meskipun godaan untuk berhari raya
membuat banyak orang keluar menuju pusat perbelanjaan, tetapi kita
sebaiknya justru meningkatkan amal-amal yang ada. Bila memungkinkan kita
bisa berdiam diri di masjid (I’tikaf) selama mungkin hingga menjelang
takbir Hari Raya Idul Fitri. Semoga kita bisa sampai di penghujung
Ramadhan dengan meraih segala kebaikan yang dijanjikan. Amiin. (Sumber: Edy Mulyadi, Ketua Majelis Tabligh & Dakwah Korps Muballigh Jakarta (KMJ) dari laman Inilah.com)
Share